Categories

Saturday, November 7, 2009

Potensi Strategis Pertanian dalam Membangun Perekonomian Indonesia

oleh: Ihsan Arham

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil sumberdaya alam yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Dengan daratan yang cukup luas yang tersusun rapi oleh ribuan pulau yang ada seolah menetapkan bahwa negara kita adalah negara agraris. Memang tak dapat dipungkiri, namun hal tersebut lah yang menjadi sumber mata pencaharian dari sekitar 60 % rakyatnya yang kemudian menjadi salah satu sektor rill yang memiliki peran sangat nyata dalam membantu penghasilan devisa negara.

Sangat indah terdengar di telinga kita akan pembangunan pertanian selama tahun 1970-an dan 1980-an sudah cukup berhasil yang ditunjukkan oleh pertumbuhan PDB sektor pertanian rata-rata 3,2 % per tahun. Swasembada beras dapat dicapai pada tahun 1984, dan telah berhasil memacu pertumbuhan ekonomi pedesaan tahun 1980-an. Swasembada beras ini hanya dapat dipertahankan sampai tahun 1993. Produktivitas padi Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara dan Asia Selatan, upah tenaga kerja pertanian dan harga pupuk terendah di Asia Tenggara, karenanya Indonesia memiliki keunggulan kompetitif beras sebagai substitusi impor. Dengan demikian adalah kurang beralasan secara ekonomis menetapkan harga beras (harga dasar) dalam negeri jauh di atas harga pasar dunia dan menetapkan pajak impor yang berlebihan.

Meskipun swasembada beras tersebut hanya dapat kita rasakan sampai tahun 1993, tetapi sektor pertanian bukan berhenti begitu saja. Gong pembangunan pertanian dimulai kembali pada awal era reformasi, mengingat sumbangsih yang besar dari sektor pertanian dalam menopang roda perekonomian pada masa krisis moneter yang melanda sejak pertengahan 1997 utamanya pada upaya stabilisasi kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah.

Seiring dengan usaha-usaha pembangunan pertanian, muncul masalah-masalah baru yang kemudian memperlambat laju perkembangan pertanian di Indonesia. Mulai dari kerusakan alam yang diakibatkan oleh pelaku produksi dan konsumen pertanian sampai minimnya pendidikan petani. Hal ini disebabkan adanya pola hidup yang berubah dari petani itu sendiri, minimnya pengetahuan akan pemanfaatan dan pengembangan pertanian modern, politik pertanian serta pudarnya nilai-nilai budaya dan spirit yang dimiliki oleh pelaku pertanian. Belum lagi masalah adanya pertentangan antara pertanian modern dengan pertanian berkelanjutan yang semestinya dapat dikombinasikan dalam sistem pertanian terpadu, kepemilikan hak paten atas produk pertanian asli Indoneia yang tak dimiliki lagi oleh bangsa kita dan segelintir masalah-masalah lainnya.

Namun demikian banyak hal yang sering terlupakan dari sektor pertanian itu sendiri. Kesalahan paradigma yang beranggapan bahwa pertanian hanya meliputi produksi pangan merupakan salah satu biang kerok dari masalah tersebut. Subsektor pertanian banyak yang luput dari perhatian masyarakat, padahal hal negara kita sangat kaya akan hal tersebut dan memiliki potensi yang besar dalam membangun perekonomian bangsa. Tulisan ini mencoba mengungkap betapa besar potensi dan peran subsektor-subsektor pertanian dalam membangun perekonomian bangsa.

Perkebunan sebagai komoditi ekspor

Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami pertumbuhan paling konsisten, baik ditinjau dari areal maupun produksi. Berdasarkan data dari Direktorat Bina Produksi Perkebunan (2004), secara keseluruhan areal perkebunan di Indonesia meningkat dengan laju 2.6% per tahun pada periode tahun 2000-2003, dengan total areal pada tahun 2003 mencapai 16.3 juta ha. Dari beberapa komoditas perkebunan yang penting di Indonesia (karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, kakao, teh, dan tebu), kelapa sawit, karet dan kakao tumbuh lebih pesat dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya dengan laju pertumbuhan diatas 5% per tahun. Pertumbuhan yang pesat dari ketiga komoditas tersebut pada umumnya berkaitan dengan tingkat keuntungan pengusahaan komoditas tersebut relatif lebih baik dan juga kebijakan pemerintah untuk mendorong perluasan areal komoditas tersebut.

Sebagai salah satu subsektor penting dalam sektor pertanian, subsektor perkebunan secara tradisional mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia . Sebagai negara berkembang dimana penyediaan lapangan kerja merupakan masalah yang mendesak, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang cukup signifikan. Sampai dengan tahun 2003, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh subsektor perkebunan diperkirakan mencapai sekitar 17 juta jiwa. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mempunyai kontribusi penting dalam hal penciptaan nilai tambah yang tercermin dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB). Dari segi nilai absolut berdasarkan harga yang berlaku. PDB perkebunan terus meningkat dari sekitar Rp 33.7 triliun pada tahun 2000 menjadi sekitar Rp 47.0 triliun pada tahun 2003, atau meningkat dengan laju sekitar 11.7% per tahun. Dengan peningkatan tersebut, kontribusi PDB subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah sekitar 16 %. Terhadap PDB secara nasional tanpa migas, kontribusi subsektor perkebunan adalah sekitar 2.9 % atau sekitar 2.6 % PDB total. Jika menggunakan PDB dengan harga konstan tahun 1993, pangsa subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah 17.6%, sedangkan terhadap PDB nonmigas dan PDB nasional masing-masing adalah 3.0% dan 2.8%.

Subsektor perkebunan memiliki posisi yang tak bisa diremehkan. Dengan orientasi pasar ekspor, perkebunan merupakan salah satu subsektor andalan dalam menyumbang devisa. Produk karet, kopi, kakao, teh dan minyak sawit adalah produk-produk dimana lebih dari 50% dari total produksi adalah untuk ekspor. Hingga tahun 2004, subsektor perkebunan secara konsisten menyumbang devisa dengan dengan rata-rata nilai ekspor produk primernya mencapai US$ 4 miliar per tahun. Nilai tersebut belum termasuk nilai ekspor produk olahan perkebunan, karena ekspor olahan perkebunan dimasukkan pada sektor perindustrian.

Agroindustri pemoles hasil pertanian

Sebagian besar dari negara berkembang di dunia memandang pertanian sebagai isu sensitif dan penting, sebagaimana sudah menjadi ciri sosial ekonomi masyarakatnya. Namun negara maju yang sudah menjadi negara industri, dengan jumlah petani dan kontribusi pertanian yang kecil, ternyata juga mati-matian membela sektor pertaniannya. Namun di Indonesia banyak sekali kita jumpai industri-industri yang bergerak dalam mengelola hasil-hasil dari sektor pertanian. Selain itu banyak hasil karya anak bangsa yang mengubah hasil pertanian sebagai bahan baku yang kemudian disulap menjadi barang yang sangat bermanfaat dan bernilai jual tinggi. Sebut saja pemanfaatan pelepah pisang yang dibuat menjadi berbagai kerajinan tangan; biji-biji jarak kemudian diolah menjadi biodiesel; hasil dari perkebunan tembakau, karet, kopi, tanaman sayur dan hortikultura serta masih banyak lagi industri-industri pertanian yang dimiliki oleh bangsa kita tercinta Indonesia ini.

Dalam pengembangannya, industri-industri pertanian tidaklah lepas dari perkembangan tekhnologi. Pemanfaatan hasil pertanian sebagai bahan baku industri mampu memberikan konstribusi tenaga kerja sehingga tingkat pengangguran berangsur menurun. Peran biotechnologi juga sangat dibutuhkan, sehingga tenaga-tenaga ahli dalam bidang pertanian berpeluang untuk dipekerjakan dan lapangan kerjapun terbuka lebar.

Subsektor ini sebenarnya sangat mendukung dalam pembangunan perekonomian bangsa, namun pada proses pengelolaan yang tidak tepat sehingga banyak keuntungan dari hasil produksi dimiliki oleh badan usaha asing. Sehingga penghasilan dari ekspor atau pasar domestik itu berkurang dari nilai tertinggi jika sebagian keuntungan tadi tidak dimiliki oleh bangsa asing. Kurangnya modal dan hutang luar negri Indonesia memaksa hal tersebut menjadi wajar terjadi. Maka dari itu, semestinya ada usaha-usaha yang dilakukan agar keuntungan negara kita meningkat dan laju invlasi dapat di turunkan kemudian ekonomi negara tetap dalam kondisi stabil dan terjamin untuk keberlanjutan pembangunan.

Agro-ekowisata sebagai pemikat wisatawan

Keaneka-ragaman hayati yang dimiliki oleh Indonesia baik itu flora maupun fauna menjadi ciri tersendiri bagi negara kita sebagai negara beriklim tropis. Hal ini jarang sekali diperhatikan dan dirawat oleh kaum kapitalis yang tak peduli akan cagar marga satwa yang ada. Padahal subsektor pertanian yang satu ini sangat komplit jika diramu secara cermat untuk dimanfaatkan sebagai salah satu objek wisata. Pada hakekatnya manusia memiliki daya imajinasi yang tinggi sehingga butuh akan keindahan-keindahan yang akan menyegarkan kembali daya imajinasi yang terbungkam dari penat kesibukan-kesibukan yang sudah menjadi rutinitasnya.

Meski sudah ada objek wisata alam yang lain telah tersedia namun jarang sekali objek wisata yang memberikan paduan dari keindahan susunan bentang alam dengan produk-produk pertanian. Agro-ekowisata menawarkan berbagai ekosistem pertanian ditambah polesan bentang alam yang khas akan menjadi wahana baru bagi wiasatawan lokal dan wisatawan asing sehingga dapat memberi bantuan yang sangat besar bagi penghasilan devisa negara asalkan dengan pengelolaan yang baik dan benar tentunya.

Penutup

Masalah-masalah yang dihadapi dalam pembangunan pertanian tidak dapat diatasi dengan cara yang mudah, tetapi dibutuhkan analisis yang tepat untuk memechkan masalah yang ada. Sebab bila kita berbicara masalah pertanian maka yang akan muncul adalah semua aspek yang terkait dengan pertanian. Baik itu politik, ekonomi, sosial, budaya, kesehatan, lingkungan dan hukum. Namun pertanian kita sendiri telah menorehkan banyak prestasi yang mesti dibayar mahal oleh dunia dan bukan untuk dijual murah dalam pasar global. Maka dari itu kita tidak boleh meninggalkan hal-hal yang berbau pertanian meski itu bersifat sangat mikro namun kemampuan pertanian dapat menjadi sektor rill yang memberikan sumbangsih yang bersifat makro dalam membangun perekonomian bangsa.

Dari pemaparan tersebut terbukti bahwa ternyata sangat banyak turunan-turunan dari sektor pertanian yang mesti kita kembangkan. Bagaimanapun pertanian tidak boleh kita tinggalkan, sebab pertanian sendiri bukan hanya sebagai sumber penghasilan bagi masyarakat Indonesia bahkan lebih dari itu, pertanian kita telah menjadi sebuah cara hidup (way of life atau livehood) bagi mereka.

Sebagai kesimpulan dan penutup tulisan ini, diharapkan adanya kajian lebih lanjut agar solusi yang jelas atas masalah-masalah perekonomian Indonesia dapat ditemukan dengan tidak melupakan sektor dan subsektor pertanian itu sendiri. Baik itu berupa tawaran sistem pertanian, kebijakan pertanian, atau bahkan pemanfaatan teknologi modern ramah lingkungan dan apapun yang ikut berperan serta dalam membangun ekonomi bangsa, sebab sekecil apapun itu pasti akan membantu.

Daftar rujukan

Anonim, 2006, Ekowisata, majalah bulanan vigor Himagro-Faperta Unhas

Direktorat Bina Produksi Perkebunan (2004) dalam Wayan R. Susila dan Didik H. Gonaedi(2004), Peran Subsektor Perkebunan dalam Perekonomian Indonesia pada www.ipard.com/art_perkebunan/artikellist.asp

Suyudi Cecep, 2007, Peranan Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Indonesia pada www.pksyariahimmciputat.blogspot.com/2007/04/reorientasi-pergerakan.html

No comments: