PULAU Galapagos telah lama terkenal sebagai wahana wisata menarik di Ekuador juga berkat kedatangan Charles Darwin melakukan penelitian di pulau tersebut. Tidak itu saja, Galapagos juga terkenal akan kenyamanan wisatawan berlibur di sana untuk menikmati keindahan alam dan udaranya yang segar.
Ya, Galapagos. Kenyamanan itu kini mulai terusik, padahal arus wisatawan yang ingin menikmati alam asri yang indah itu terus membubung. Penyebabnya, kedengaran sepele tetapi perlu menjadi perhatian, nyamuk. Sekali lagi nyamuk.
Nyamuk terus berdatangan ke Galapagos bersama dengan wisatawan yang menggunakan sarana angkutan udara, pesawat terbang, kapal atau boat. Gara-gara nyamuk itu mengancam terjadinya “kerusakan ekologi” di pulau pusat evolusi teori Darwin itu, demikian hasil sebuah studi belum lama ini.
Serangga tersebut bisa menyebar dan berpotensi menimbulkan penyakit kulit di nusantara lepas pantai Pasifik Ekuador yang merupakan basis kegiatan studi berkaitan dengan kemungkinan perkembangbiakan di masa datang bertema “On the Originof Species by Means of Natural Selection”.
“Sejumlah wisatawan telah menyadari itu karena perjalanan mereka ke Galapagos bisa sesungguhnya meningkatkan resiko gangguan ekologi”, ujar Simon Goodman dari Leeds University, salah seorang penyusun hasil studi tersebut.
“Gara-gara kami belum melihat penyakit tersebut berdampak serius di Galapagos, tampaknya itu faktor keberuntungan saja”, katanya. Studi tesebut menemukan bahwa nyamuk rumah di wilayah selatan, Culex qinquefasciatus, secara reguler ikut terbang bersama pesawat yang berasal dari Amerika Selatan, dan juga bersama boat-boat wisatawan dari satu pulau ke pulau yang lain.
Spesies itulah yang mengancam masyarakat berbagai penyakit seperti avian malaria atau West Nile termasuk daerah-daerah paling terkenal seperti di kawasan habitat kura-kura raksasanya, singa laut dan daerah habitat sejenis burung kutilangnya. Arnaud Bataille, peneliti lain hasil studi setebal delapan halaman itu mengatakan:
TAK SEBERAPA
Jumlah nyamuk per pesawat yang ikut terbang jumlahnya rata-rata tidak seberapa, namun seringnya pesawat bolak balik setiap hari memberikan pelayanan ke wilayah industri wisata tersebut membuat jumlah nyamuk yang datang menjadi banyak.
Jeleknya, nyamuk tampaknya bisa hidup dan berkembang biak begitu mereka meninggalkan pesawat, tambahnya. Goddman mencatat bahwa pemerintah Ekuador belum lama ini mulai mewanti-wanti dengan menganjurkan kepada seluruh pesawat terbang yang menuju Galapagos untuk terlebih dahulu melakukan penyemperotan anti serangga, namun langkah itu masih perlu dievaluasi.
“Sejalan dengan pertumbuhan kepariwisataan yang sedemikian cepat, masa depan Galapagos tergantung pada kemampuan pemerintah Ekuador mempertahankan pencegahan serangga pendatang di pulau itu”, ujarnya.
Studi yang bekerjasama dengan Leeds University, Zoogogical Society of London, University of Guayaquil, Galapagos National Park, dan Yayasan Charles Darwin itu dipublikasikan di jurnal Proceedings of the Royal Society, akademi de faktor bidang sains Inggris.
Sekitar 10.000 jiwa, sebagian besar nelayan, hidup di nusantara bergunung berapi Galapagos yang sangat terkenal sejak Charles Darwin melakukan berkunjung untuk melakukan penelitian tahun 1835. ***annisa_news
Ya, Galapagos. Kenyamanan itu kini mulai terusik, padahal arus wisatawan yang ingin menikmati alam asri yang indah itu terus membubung. Penyebabnya, kedengaran sepele tetapi perlu menjadi perhatian, nyamuk. Sekali lagi nyamuk.
Nyamuk terus berdatangan ke Galapagos bersama dengan wisatawan yang menggunakan sarana angkutan udara, pesawat terbang, kapal atau boat. Gara-gara nyamuk itu mengancam terjadinya “kerusakan ekologi” di pulau pusat evolusi teori Darwin itu, demikian hasil sebuah studi belum lama ini.
Serangga tersebut bisa menyebar dan berpotensi menimbulkan penyakit kulit di nusantara lepas pantai Pasifik Ekuador yang merupakan basis kegiatan studi berkaitan dengan kemungkinan perkembangbiakan di masa datang bertema “On the Originof Species by Means of Natural Selection”.
“Sejumlah wisatawan telah menyadari itu karena perjalanan mereka ke Galapagos bisa sesungguhnya meningkatkan resiko gangguan ekologi”, ujar Simon Goodman dari Leeds University, salah seorang penyusun hasil studi tersebut.
“Gara-gara kami belum melihat penyakit tersebut berdampak serius di Galapagos, tampaknya itu faktor keberuntungan saja”, katanya. Studi tesebut menemukan bahwa nyamuk rumah di wilayah selatan, Culex qinquefasciatus, secara reguler ikut terbang bersama pesawat yang berasal dari Amerika Selatan, dan juga bersama boat-boat wisatawan dari satu pulau ke pulau yang lain.
Spesies itulah yang mengancam masyarakat berbagai penyakit seperti avian malaria atau West Nile termasuk daerah-daerah paling terkenal seperti di kawasan habitat kura-kura raksasanya, singa laut dan daerah habitat sejenis burung kutilangnya. Arnaud Bataille, peneliti lain hasil studi setebal delapan halaman itu mengatakan:
TAK SEBERAPA
Jumlah nyamuk per pesawat yang ikut terbang jumlahnya rata-rata tidak seberapa, namun seringnya pesawat bolak balik setiap hari memberikan pelayanan ke wilayah industri wisata tersebut membuat jumlah nyamuk yang datang menjadi banyak.
Jeleknya, nyamuk tampaknya bisa hidup dan berkembang biak begitu mereka meninggalkan pesawat, tambahnya. Goddman mencatat bahwa pemerintah Ekuador belum lama ini mulai mewanti-wanti dengan menganjurkan kepada seluruh pesawat terbang yang menuju Galapagos untuk terlebih dahulu melakukan penyemperotan anti serangga, namun langkah itu masih perlu dievaluasi.
“Sejalan dengan pertumbuhan kepariwisataan yang sedemikian cepat, masa depan Galapagos tergantung pada kemampuan pemerintah Ekuador mempertahankan pencegahan serangga pendatang di pulau itu”, ujarnya.
Studi yang bekerjasama dengan Leeds University, Zoogogical Society of London, University of Guayaquil, Galapagos National Park, dan Yayasan Charles Darwin itu dipublikasikan di jurnal Proceedings of the Royal Society, akademi de faktor bidang sains Inggris.
Sekitar 10.000 jiwa, sebagian besar nelayan, hidup di nusantara bergunung berapi Galapagos yang sangat terkenal sejak Charles Darwin melakukan berkunjung untuk melakukan penelitian tahun 1835. ***annisa_news
No comments:
Post a Comment