oleh : Seniarfan (agronomi unhas '04)
Revolusi sebatang jerami merupakan sebuah karya besar akan semangat besar seorang petani dalam melakukan sebuah perubahan.Walaupun sebenarnya buku ini merupakan cerita masa lalu yang terjadi dijepang. Buku ini memberikan recovery bagi para pembaca akan situasi pembangunan pertanian ditengah arus globalisasi saat ini sebagai sebuah refleksi kritis akan masa lalu dan hari ini. Berangkat dari sebatang jerami harapan besar tersebut muncul sebagai keprihatinan para petani terhadap kondisi pertanian yang digilas oleh zaman.
Jerami merupakan sisa panen dari tanaman padi yang punya banyak manfaat. Selain bisa menjadi bahan organic setelah mengalami dekomposisi oleh mikroorganisme dalam tanah untuk kemudian diolah menjadi pupuk organic juga beguna sebagai pakan ternak dan bahan industry pabrik. Penulis pun sepakat jika sebatang jerami tersebut dianggap sebagai sebuah revolusi kemanusiaan yang dapat terjadi dan menggerakkan negara dan dunia. Dalam hal ini, kita bisa lihat realita yang ada, dimana peledekan penduduk yang semakin meningkat membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup. Belum lagi, paradigma pembangunan modern yang ada sekarang menekankan pada efisiensi dan efektifitas akan pemenuhan kebutuhan pangan tersebut. Sehingga pertumbuhan produksi akan ketersediaan pangan adalah prioritas utama yang tidak lagi memperhatikan sisi keberlanjutannya. Selama beberapa waktu tujuan tersebut memang tercapai dengan gemilang, ini bisa lihat tahun 1960-an yang biasa disebut dengan Revolusi Hijau. Namun yang tidak boleh dilupakan adalah berbagai masalah yang kemudian menyusulnya, seperti ketergantungan petani pada input dari luar yang tinggi (Bibit, pupuk kimia), resistensi hama dan penyakit, dan berkembangnya beberapa permasalahan sosial dipedesaan (kesenjangan ekonomi, perubahan fungsi institusi tradisional, dsb).
Pemanfaatan jerami memberikan kita pembelajaran yang berharga akan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Seperti yang dikatakan Mahatma Gandi bahwa “ Alam akan mampu memenuhi kebutuhan bagi manusia tapi tidak untuk yang serakah “. Penulis mengira hal tersebut sangat penting untuk diteriakkan kepada para penguasa yang hanya cenderung melakukan eksploitasi terhadap alam untuk meningkatkan produksi tanpa mengabaikan sisi ekologisnya. Belum lagi, kebijakan dari pemerintah terhadap sector pertanian yang malah tambah menyusahkan rakyat. Seharusnya perubahan dalam dunia pertanian berangkat dari akumulasi pemikiran para petani sebagai pelaku utama yang sesuai dengan kondisi sosial budaya yang ada.
Pembangunan suatu negara harusnya mencerminkan kesejahteraan mayoritas penduduk Negara itu, apalagi ketika mayoritas tersebut seperti di negara-negara berkembang adalah petani. Jadi negara berkembang harus mengutamakan pembangunan pertanian seperti di negara kita ini Indonesia. Namun dalam hal ini produktivitas bukanlah hal yang satu-satunya focus seperti yang terjadi dimasa lalu. Hal terpenting yang harus di lakukan adalah memperkuat basis pertanian domestic dengan spirit lokalitas yang antara lain menurut Loekman dalam bukunya “ Globalisasi Pertanian “ adalah dengan cara melindungi hak petani atas air dan bibit, menjadikan pengetahuan local masyarakat petani sebagai sentral pembangunan pertanian. Selain itu yang juga menarik adalah disarankannya pola pertanian organic sebagai alternative dari pola pertanian konvensional yang selama ini dilakukan.
Maka dari itu, sesuai motto petani tua : “ perlakukanlah seikat jerami itu sebagai yang penting dan jangan mengambil satu langkah pun yang tidak berguna “ mengingatkan kita semua akan sebuah usaha untuk membangun pertanian masa depan yang mungkin dari kita sebagai mahasiswa bisa dimulai dari ruang-ruang kuliah. Satu tekad, satu jiwa, jayalah Pertanian !!!
No comments:
Post a Comment