Sebab, sektor pertanian adalah sektor paling utama untuk negara agraris seperti Indonesia.
VIVAnews - Pemerintah Indonesia didesak untuk mengeluarkan sektor pertanian dari putaran Doha saat Konferensi Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organization (WTO).
Menurut Sekretaris Jendral Aliansi Gerakan Reformasi Agraria (Agra ) Erpan Faryadi, pemerintah Indonesia dan negara berkembang lainnya harus mampu melepaskan sektor pertanian dari perundingan WTO. Pasalnya, sektor pertanian merupakan sektor paling utama untuk negara agraris seperti Indonesia .
"Kalau ini masuk terlalu besar pertaruhan untuk kepentingan negara, kita harus selalu mendesak pemerintahIndonesia agar sektor pertanian dikeluarkan dari perundingan WTO," kata Erpan saat konferensi pers tentang WTO di Jakarta, Selasa, 24 November 2009.
Erpan memandang, perjanjian tentang sektor pertanian sangat merugikan bagi mayoritas petani negara-negara berkembang, terutama dalam soal tarif, serta pemberian subsidi untuk para petani.
Dengan tidak adanya dua fasilitas tersebut, hasil industri pertanian negara berkembang akan sangat sulit untuk bersaing dengan negara maju.
Selain sektor pertanian, sektor lain yang juga penting adalah industri dan jasa. Namun, secara skala prioritas, sektor pertanian jauh lebih penting ketimbang dua sektor tersebut mengingat 48 persen pendudukIndonesia menggantungkan hidup dari pertanian.
Lebih lanjut, Erpan menilai krisis keuangan saat ini yang terjadi merupakan momentum yang tepat bagi negara berkembang untuk menghentikan putaranDoha .
Sementara itu, peneliti senior Instituted of Global Justice (IGJ) Bonnie Setiawan menilai saat ini, WTO sudah keluar dari tujuan awalnya yaitu sebagai organisasi yang mengatur perdagangan bebas dengan menghilangkan dan mengurangi hambatan-hambatan perdagangan seperti tarif dan non tarif.
"Kita harapkan WTO hanya mengurusi mengenai perdagangan barang saja tidak mengenai hal lain seperti pertanian dan HaKI (hak atas kekayaan intelektual)," ujarnya.
Bonnie memandang, selama ini WTO telah jauh melangkah dengan mulai mengurusi berbagai kebijakan yang jauh dari kekuasaannya dan keluar dari tujuan awal. Selain itu, WTO sangat memiliki ketidak adilan karena lebih memihak kepada negara maju.
"WTO bukan hanya rezim yang membuka pasar, namun juga merupakan rezim yang membuka investasi. Investasi merupakan masuknya intensitas asing ke negara lemah. Salah satu kebijakan WTO yaitu HAKI yang meneriakkan hak paten hanya mampu digunakan oleh industri dan negara kuat, yang tidak mungkin dimiliki negara lemah atau usaha kecil karena biaya yang cukup tinggi, ini kebijakan yang tidak adil," ujarnya.
Selain itu, Putaran Doha yang juga direncanakan dapat selesai pada 2010 ini sangat tidak menguntungkan bagiIndonesia . Sebab, Putaran Doha membahas dua hal yang sangat urgen yaitu penghapusan subsidi dan pembukaan pasar.
"Kita berharapIndonesia mampu membuat WTO banting stir untuk membeli negara berkembang, dengan kekuasaan saat ini sebagai wakil pemimpin sidang dalam pertemuan KTM WTO mendatang," katanya.
Di tempat terpisah, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengaku untuk mengeluarkan sektor pertanian dari putaranDoha sangat tidak mungkin. "Dalam negoisasi tidak mungkin satu sektor dikeluarkan, kita harus catat untung ruginya," tuturnya.
antique.putra@vivanews.com
Menurut Sekretaris Jendral Aliansi Gerakan Reformasi Agraria (
"Kalau ini masuk terlalu besar pertaruhan untuk kepentingan negara, kita harus selalu mendesak pemerintah
Erpan memandang, perjanjian tentang sektor pertanian sangat merugikan bagi mayoritas petani negara-negara berkembang, terutama dalam soal tarif, serta pemberian subsidi untuk para petani.
Dengan tidak adanya dua fasilitas tersebut, hasil industri pertanian negara berkembang akan sangat sulit untuk bersaing dengan negara maju.
Selain sektor pertanian, sektor lain yang juga penting adalah industri dan jasa. Namun, secara skala prioritas, sektor pertanian jauh lebih penting ketimbang dua sektor tersebut mengingat 48 persen penduduk
Lebih lanjut, Erpan menilai krisis keuangan saat ini yang terjadi merupakan momentum yang tepat bagi negara berkembang untuk menghentikan putaran
Sementara itu, peneliti senior Instituted of Global Justice (IGJ) Bonnie Setiawan menilai saat ini, WTO sudah keluar dari tujuan awalnya yaitu sebagai organisasi yang mengatur perdagangan bebas dengan menghilangkan dan mengurangi hambatan-hambatan perdagangan seperti tarif dan non tarif.
"Kita harapkan WTO hanya mengurusi mengenai perdagangan barang saja tidak mengenai hal lain seperti pertanian dan HaKI (hak atas kekayaan intelektual)," ujarnya.
Bonnie memandang, selama ini WTO telah jauh melangkah dengan mulai mengurusi berbagai kebijakan yang jauh dari kekuasaannya dan keluar dari tujuan awal. Selain itu, WTO sangat memiliki ketidak adilan karena lebih memihak kepada negara maju.
"WTO bukan hanya rezim yang membuka pasar, namun juga merupakan rezim yang membuka investasi. Investasi merupakan masuknya intensitas asing ke negara lemah. Salah satu kebijakan WTO yaitu HAKI yang meneriakkan hak paten hanya mampu digunakan oleh industri dan negara kuat, yang tidak mungkin dimiliki negara lemah atau usaha kecil karena biaya yang cukup tinggi, ini kebijakan yang tidak adil," ujarnya.
Selain itu, Putaran Doha yang juga direncanakan dapat selesai pada 2010 ini sangat tidak menguntungkan bagi
"Kita berharap
Di tempat terpisah, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengaku untuk mengeluarkan sektor pertanian dari putaran
antique.putra@vivanews.com
No comments:
Post a Comment